Jose Mourinho benar Anthony Martial Pemain yang Bahaya – Ekspresi pedas pernah dilontarkan Jose Mourinho kepada Anthony Martial pada tahun 2018 lalu. Penjelasan yang masih penting jika menilik situasi Military saat bergabung dengan Manchester untuk musim 2023/2024.
Militer saat ini bukan sosok asing lagi bagi Mourinho. Pasalnya, pria asal Portugal itu pernah berlatih Gabungan bersama. Militer Bergabung lebih cepat dari Mourinho. Pemain Prancis ini dipilih oleh Penjahat Merah dari AS Monaco pada tahun 2015, pada masa Louis van Gaal. Saat itu, Militer baru berusia 19 tahun.
Sebagai direktur Bergabung, Mourinho berusaha membuang Militer. Karena Mourinho menilai Militer punya masalah karakter
Apa Kata Jose Mourinho?
Sebagai seorang supervisor, Jose Mourinho kerap meminta lebih dari para pemainnya. Hal ini dapat menyebabkan pemain menjadi lebih membumi, atau mirip dengan Delle Ali. Memang Militer menjadi salah satu pemain yang mendapat analisa tak kenal ampun.
Saya sangat mengapresiasi bekerja sama dengan Karim Benzema. Dia [Martial] adalah anak dengan karakter alternatif,” ungkap Mourinho kepada L’Equipe, 2018.
Saat kita membahas Luke Shaw, tentang Militer, tentang [Jesse] Lingard, tentang Marcus Rashford, kita sedang mendiskusikan seorang anak dengan potensi luar biasa namun pada saat yang sama kurang. Mereka butuh karakter,” lanjut Mourinho.
Selain pada masa Mourinho, Militer juga tidak menyukai Ralf Rangnick. Meski demikian, Militer tetap bertahan di Bergabung karena Rangnick harus meninggalkan klub.
Keadaan yang Sedang Berlangsung Anthony Military
Anthony Military mendapat kesempatan menanjak pada masa Ole Gunnar Solskjaer, namun hanya untuk satu musim. Sejak saat itu, TNI terus lalai menunjukkan kualitasnya di lapangan. Pameran ini tidak stabil sama sekali.
Baru-baru ini, Militer bentrok dengan Erik ten Witch dalam pertandingan Ketua Asosiasi Minggu ke-14 melawan Newcastle. Militer tampak tidak puas dengan pedoman yang diberikan pengawas. Anda dapat melihat bahwa Hojlund benar-benar berusaha membantu kelompoknya dalam melakukan pemerasan, sementara dia [Martial] duduk diam,” kata pemain Bergabung sebelumnya, Peter Schmeichel. .
Perjalanan Anthony Military di Manchester United, seperti pertunjukan yang terus berlangsung di panggung sepak bola, penuh dengan tikungan menarik yang mendalam di jalan dan tantangan karakter. Jose Mourinho, juru gambar yang pernah meliriknya dengan ketidakpuasan yang tajam, tampaknya sudah mengantisipasi masalah yang masih akan menyiksanya hingga musim 2023/2024.
Perkataan Mourinho yang tak kenal ampun pada tahun 2018 memberikan bayangan yang sebenarnya menunggu Militer. Seorang striker harus menjadi algojo, konstan dan memiliki kekuatan, tegas Mourinho. Meski demikian, TNI dengan segala kemampuannya dinilai membutuhkan kekuatan mental.
Hari-hari Mourinho di Old Trafford mungkin akan menjadi ujian karakter yang ekstrem bagi Militer. Namun, menurut tujuannya, perjalanan ini belum selesai pada saat ini. Analisis dan kesulitan terus menghampirinya, terutama di bawah bimbingan supervisor pengganti seperti Ralf Rangnick.
Meskipun demikian, keadaan yang terjadi saat ini menunjukkan bahwa Militer ,belum menemukan keandalan ,dan kepastian yang diinginkannya. Kemajuan ,di bawah kepemimpinan Ole Gunnar ,Solskjaer sangat ,bertele-tele, mirip dengan ,kilatan cahaya yang padam ,dengan sangat cepat. Puncaknya, ketegangan dengan Erik ten Witch memperlihatkan narasi konflik yang semakin terbuka di pentas Old Trafford.
Tak hanya Mourinho, saksi mata seperti Peter Schmeichel pun ikut berkomentar. Sikap yang tampak kecewa, pedoman yang diabaikan, dan komitmen yang diabaikan – ini semua merupakan jejak kelam dalam buku Militer di Bergabung bersama.
Bagi Militer, ini bukan sekedar pertarungan di lapangan, namun juga pertarungan melawan bayang-bayang kerentanan dan analisa yang terus membayangi dirinya. Bisakah dia mengalahkan ujian ini dan mengubah analisis menjadi inspirasi? Waktulah yang akan memberikan jawabannya, ketika para penggemar dan pakar sepak bola Indonesia berdiri dengan rasa percaya dan gugup.
Terkini, ketegangan di lapangan bukan hanya sekadar pertempuran antar tim. Itu adalah refleksi dari pertarungan batin Martial, sebuah usaha untuk membuktikan nilai dirinya yang selalu diragukan. Erik ten Hag menjadi saksi bisu akan kekesalan dan ketidakpuasan yang bergelora di dalam hati Martial, ketika instruksi tidak hanya menjadi petunjuk tetapi juga bentuk penilaian pribadi.
Dalam sorot mata Peter Schmeichel, kekecewaan terbaca jelas. Bukan sekadar kritik, tetapi ekspresi kekecewaan yang terpancar dari sosok yang pernah memakai seragam United. “Tidak melakukan apa-apa,” katanya, menggambarkan gambaran yang kelam atas kontribusi Martial.
Bagi Martial, tekanan ini menjadi beban yang semakin berat, sebuah beban yang tidak hanya ,dirasakannya di atas rumput hijau, tetapi juga ,dalam setiap langkahnya di kehidupan sehari-hari. Setiap ,pandangan kritis, setiap komentar ,pedas, itu adalah serangan langsung ke hatinya.
Namun, dalam setiap kegelapan, ada harapan. Setiap kritikan ,adalah panggilan untuk bangkit, setiap keraguan adalah peluang ,untuk membuktikan bahwa dirinya lebih ,dari sekadar catatan hitam di sejarah United. Mungkin, di dalam kepedihan ini, ada titik balik yang akan mengukir kisah kebangkitan dan kepulangan Martial ke pangkuan kejayaan.